Jumat, 23 Oktober 2009

(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi
Yudisial wajib:
a. menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia
Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi
kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
(4) Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau data yang diminta
Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu
paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial
diterima.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI YUDISIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta
pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga perilaku hakim;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi Yudisial;
Mengingat:
1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4359);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4316);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4358);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah
Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Hakim Agung adalah hakim anggota pada Mahkamah Agung.
5. Hakim adalah Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6. Lingkungan Peradilan adalah badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
usaha negara, serta pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan
tersebut.
7. Hari adalah hari kerja.
BAB II
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 2
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
Pasal 3
Komisi Yudisial berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 4
Komisi Yudisial terdiri atas pimpinan dan anggota.
Pasal 5
Pimpinan Komisi Yudisial terdiri atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap
Anggota.
Pasal 6
(1) Komisi Yudisial mempunyai 7 (tujuh) orang anggota.
(2) Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara.
(3) Keanggotaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas mantan
hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Pasal 7
(1) Pimpinan Komisi Yudisial dipilih dari dan oleh Anggota Komisi Yudisial.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi
Yudisial.
Bagian Ketiga
Hak Protokoler, Keuangan, dan Tindakan Kepolisian
Pasal 8
Kedudukan protokoler dan hak keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial
diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.
Pasal 9
Anggaran Komisi Yudisial dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 10
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya
atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan
terhadap keamanan negara.
(2) Pelaksanaan penangkapan atau penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam waktu paling lama 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada
Jaksa Agung.
Bagian Keempat
Sekretariat Jenderal
Pasal 11
(1) Komisi Yudisial dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal dijabat oleh pejabat pegawai negeri sipil.
Pasal 12
(1) Sekretariat Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan teknis administratif
kepada Komisi Yudisial.
(2) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja
Sekretariat Jenderal diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB III
WEWENANG DAN TUGAS
Pasal 13
Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan
b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a,
Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
(2) Dalam hal berakhir masa jabatan Hakim Agung, Mahkamah Agung menyampaikan
kepada Komisi Yudisial daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka
waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jabatan tersebut.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan, sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari
Mahkamah Agung mengenai lowongan Hakim Agung.
Pasal 15
(1) Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak menerima pemberitahuan
mengenai lowongan Hakim Agung, Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran
penerimaan calon Hakim Agung selama 15 (lima belas) hari berturut-turut.
(2) Mahkamah Agung, Pemerintah, dan masyarakat dapat mengajukan calon Hakim Agung
kepada Komisi Yudisial.
(3) Pengajuan calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari, sejak pengumuman pendaftaran
penerimaan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 16
(1) Pengajuan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial harus memperhatikan
persyaratan untuk dapat diangkat sebagai Hakim Agung sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon hakim agung
harus memenuhi persyaratan administrasi dengan menyerahkan sekurang-kurangnya:
a. daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan;
b. ijazah asli atau yang telah dilegalisasi;
c. surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
d. daftar harta kekayaan serta sumber penghasilan calon; dan
e. Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 17
(1) Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya masa pengajuan
calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), Komisi Yudisial melakukan
seleksi persyaratan administrasi calon Hakim Agung.
(2) Komisi Yudisial mengumumkan daftar nama calon Hakim Agung yang telah memenuhi
persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
(3) Masyarakat berhak memberikan informasi atau pendapat terhadap calon Hakim Agung
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Komisi Yudisial melakukan penelitian atas informasi atau pendapat masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak pemberian informasi atau pendapat berakhir.
Pasal 18
(1) Komisi Yudisial menyelenggarakan seleksi terhadap kualitas dan kepribadian calon
Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi berdasarkan standar yang
telah ditetapkan.
(2) Komisi Yudisial mewajibkan calon Hakim Agung menyusun karya ilmiah dengan topik
yang telah ditentukan.
(3) Karya ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah diterima Komisi Yudisial,
dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.
(4) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara terbuka dalam
jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak seleksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan
mengajukan 3 (tiga) orang nama calon Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu)
lowongan Hakim Agung, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.
Pasal 19
(1) DPR telah menetapkan calon Hakim Agung untuk diajukan kepada Presiden dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
(2) Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak Presiden menerima nama calon yang
diajukan DPR.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada
penetapan, Presiden berwenang mengangkat Hakim Agung dari calon yang diajukan
Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Pasal 20
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi
Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pasal 21
Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Pasal 22
(1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi
Yudisial:
a. menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;
b. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan
perilaku hakim;
c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;
d. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik
perilaku hakim; dan
e. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya
disampaikan kepada Presiden dan DPR.
(5) Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib
memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk
memberikan keterangan atau data yang diminta.
(6) Dalam hal badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetap tidak melaksanakan kewajibannya, pimpinan
badan peradilan atau hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(7) Semua keterangan dan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat rahasia.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur oleh Komisi Yudisial.
Pasal 23
(1) Sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap
hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pemberhentian sementara; atau
c. pemberhentian.
(2) Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta alasan
kesalahannya bersifat mengikat, disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
(3) Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
diserahkan oleh Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi.
(4) Hakim yang akan dijatuhi sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi
kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(5) Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah
Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas)
hari sejak pembelaan diri ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim.
(6) Keputusan Presiden mengenai pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) hari sejak Presiden menerima usul Mahkamah Agung.
Pasal 24
(1) Komisi Yudisial dapat mengusulkan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya
dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
(2) Ketentuan mengenai kriteria pemberian penghargaan diatur oleh Komisi Yudisial.
Pasal 25
(1) Pengambilan keputusan Komisi Yudisial dilakukan secara musyawarah untuk mencapai
mufakat.
(2) Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah tidak tercapai, pengambilan
keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sah apabila rapat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan
mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian
Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi dengan dihadiri seluruh anggota
Komisi Yudisial.
(4) Dalam hal terjadi penundaan 3 (tiga) kali berturut-turut atas keputusan mengenai
pengusulan calon Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian hakim agung
dan/atau hakim Mahkamah Konstitusi maka keputusan dianggap sah apabila dihadiri oleh
5 (lima) orang anggota.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 26
Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Komisi Yudisial harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
c. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan)
tahun pada saat proses pemilihan;
d. mempunyai pengalaman di bidang hukum paling singkat 15 (lima belas) tahun;
e. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan
h. melaporkan daftar kekayaan.
Pasal 27
(1) Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
(2) Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Presiden
dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sejak menerima pencalonan
Anggota Komisi Yudisial yang diajukan Presiden.
(3) Presiden menetapkan keputusan mengenai pengangkatan Anggota Komisi Yudisial,
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak menerima persetujuan DPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 28
(1) Sebelum mengajukan calon Anggota Komisi Yudisial kepada DPR, Presiden
membentuk Panitia Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Yudisial.
(2) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah,
praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
(3) Panitia Seleksi mempunyai tugas:
a. mengumumkan pendaftaran penerimaan calon Anggota Komisi Yudisial dalam
jangka waktu 15 (lima belas) hari;
b. melakukan pendaftaran dan seleksi administrasi serta seleksi kualitas dan
integritas calon Anggota Komisi Yudisial dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak pengumuman pendaftaran berakhir;
c. menentukan dan menyampaikan calon Anggota Komisi Yudisial sebanyak 14
(empat belas) calon, dengan memperhatikan komposisi Anggota Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Panitia Seleksi
bekerja secara transparan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat.
(5) Dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak menerima nama calon dari Panitia
Seleksi, Presiden mengajukan 14 (empat belas) nama calon Anggota Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c kepada DPR.
(6) DPR wajib memilih dan menetapkan 7 (tujuh) calon anggota dalam waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima usul dari Presiden.
(7) Calon terpilih disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden paling lambat 15 (lima
belas) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden.
(8) Presiden wajib menetapkan calon terpilih paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya surat Pimpinan DPR.
Pasal 29
Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 30
(1) Sebelum memangku jabatannya Anggota Komisi Yudisial wajib mengucapkan sumpah
atau janji secara bersama-sama menurut agamanya di hadapan Presiden.
(2) Anggota Komisi Yudisial yang berhalangan mengucapkan sumpah atau janji secara
bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah atau janji di
hadapan Ketua Komisi Yudisial.
(3) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan
tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun
juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari
siapapun juga suatu janji atau pemberian”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
negara Republik Indonesia”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan
wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak
membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan
melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima
atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh
melaksanakan wewenang dan tugas saya yang diamanatkan Undang-undang kepada
saya”.
Pasal 31
Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan;
b. hakim;
c. advokat;
d. notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah;
e. pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha
swasta;
f. pegawai negeri; atau
g. pengurus partai politik.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 32
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari jabatannya
oleh Presiden atas usul Komisi Yudisial apabila:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus; atau
d. berakhir masa jabatannya.
Pasal 33
(1) Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial dengan
alasan:
a. melanggar sumpah jabatan;
b. dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
atau
e. melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2) Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Dewan Kehormatan Komisi
Yudisial.
(3) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi
Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.
Pasal 34
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial sebelum diberhentikan tidak dengan
hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dapat diberhentikan sementara
dari jabatannya oleh Presiden, atas usul Komisi Yudisial.
(2) Terhadap pengusulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Pasal 35
(1) Apabila terhadap seorang Anggota Komisi Yudisial ada perintah penangkapan yang
diikuti dengan penahanan, Anggota Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara
dari jabatannya.
(2) Apabila seorang Anggota Komisi Yudisial dituntut di muka pengadilan dalam perkara
pidana tanpa ditahan sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana, yang
bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.
Pasal 36
Pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian
sementara serta hak-hak Anggota Komisi Yudisial selaku pejabat negara dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
(1) Dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan Komisi Yudisial, Presiden mengajukan calon
anggota pengganti sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah keanggotaan yang kosong kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon Anggota Komisi Yudisial
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal
27, dan Pasal 28.
BAB V
PERTANGGUNGJAWABAN DAN LAPORAN
Pasal 38
(1) Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui DPR.
(2) Pertanggungjawaban kepada publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan cara:
a. menerbitkan laporan tahunan; dan
b. membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a setidaknya memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. laporan penggunaan anggaran;
b. data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan; dan
c. data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen Hakim Agung.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan pula kepada
Presiden.
(5) Keuangan Komisi Yudisial diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan menurut
ketentuan undang-undang.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Selama keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini,
pencalonan Hakim Agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
(1) Anggota Komisi Yudisial ditetapkan paling lambat 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak
tanggal Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Komisi Yudisial melaksanakan wewenang dan tugasnya paling lambat 10 (sepuluh)
bulan terhitung sejak ditetapkannya Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 41
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 13 Agustus 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 13 Agustus 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 89
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI YUDISIAL
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi penting perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adanya Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri yang
berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan
landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum yakni dengan memberikan
kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan checks and balances. Walaupun
Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 24B ayat (4) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci mengenai wewenang dan tugas Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial mempunyai tugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung
dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim, yakni Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di
semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan wewenang tersebut, dalam
Undang-Undang ini juga diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian Anggota
Komisi Yudisial. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Anggota Komisi Yudisial harus
mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain hal-hal yang ditentukan di atas, dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai
larangan merangkap jabatan bagi Anggota Komisi Yudisial. Di samping itu diatur pula
mengenai panitia seleksi untuk mempersiapkan calon Anggota Komisi Yudisial, beserta
syarat dan tata caranya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “seleksi” dalam ketentuan ini meliputi penelitian
administrasi, pengumuman untuk mendapatkan masukan masyarakat terhadap
pribadi dan tingkah laku calon, rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berturut-turut” dalam ketentuan ini adalah pengumuman yang
dilakukan secara terus menerus di tempat pengumuman Komisi Yudisial dan dapat pula
diumumkan dalam mass media paling sedikit 2 (dua) kali.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bagi yang sudah menyerahkan laporan kekayaan kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menyerahkan bukti, dan bagi yang belum menyerahkan,
melaporkan daftar harta kekayaannya.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Seleksi terhadap kualitas bakal calon adalah seleksi yang dilakukan Komisi Yudisial untuk
menilai kecakapan, kemampuan, integritas, dan moral bakal calon dalam melaksanakan
tugasnya di bidang peradilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “karya ilmiah” adalah karya dalam bentuk tulisan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini adalah hari persidangan dan tidak
termasuk masa reses.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Penjatuhan sanksi ini diajukan kepada Mahkamah Agung untuk hakim agung dan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk hakim Mahkamah Konstitusi.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan” dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan semena-mena
terhadap hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau tidak memperlakukan
hakim seolah-olah sebagai tersangka atau terdakwa. Hal ini untuk menjaga hak dan
martabat hakim yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “hakim” dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor, hakim
terlapor, atau hakim lain yang terkait.
Yang dimaksud dengan “keterangan” dalam ketentuan ini dapat diberikan secara lisan
dan/atau tertulis.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pada ayat ini hanya dalam proses
melakukan tugas secara internal.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Keputusan mengenai pemberhentian Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi
yang dimaksud dalam ketentuan ini memuat alasan tertulis bagi anggota yang setuju
maupun yang tidak setuju.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak tercela” adalah perbuatan yang tidak merendahkan
martabat Anggota Komisi Yudisial.
Huruf f
Sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat keterangan dari
dokter pemerintah.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Untuk melaporkan daftar kekayaan, setiap calon membuat pernyataan kesanggupan
mengumumkan harta kekayaan setelah menjadi Anggota Komisi Yudisial sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari dalam ketentuan ini tidak termasuk masa reses.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Lihat penjelasan Pasal 27 ayat (2).
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Selama menjadi Anggota Komisi Yudisial, advokat tidak boleh menjalankan profesinya.
Huruf d
Selama menjadi Anggota Komisi Yudisial, notaris tidak boleh menjalankan profesinya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pengusaha” adalah direksi atau komisaris perusahaan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 32
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan mengenai sakit jasmani atau rohani terus menerus diperlukan keterangan
dokter yang ditunjuk khusus untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, terutama bagi
mereka yang telah mencapai umur di atas 68 (enam puluh delapan) tahun.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah perbuatan yang dapat
merendahkan martabat Anggota Komisi Yudisial.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Pemberhentian sementara dilakukan karena proses penyidikan, penuntutan, atau
pemeriksaan di sidang pengadilan yang diikuti dengan penahanan, menyebabkan yang
bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai Anggota Komisi Yudisial.
Ayat (2)
Pemberhentian sementara dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang
bersangkutan untuk melaksanakan proses peradilan tanpa dibebani tugas sebagai
Anggota Komisi Yudisial.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan antara lain mengenai jumlah
laporan atau aduan yang masuk, jumlah laporan atau aduan yang ditindaklanjuti
dan yang tidak beserta alasannya, hasil pencarian fakta atas dugaan pelanggaran
atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Hakim dan rekomendasi sanksi yang
diberikan kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi kepada Presiden.
Huruf c
Data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen hakim agung antara lain jumlah
usulan bakal calon dari masyarakat, alasan diterima atau ditolaknya seorang bakal
calon, jumlah laporan atau pengaduan terhadap bakal calon yang masuk, jumlah
laporan yang ditindaklanjuti dan yang tidak beserta alasannya, dan alasan dalam
merekomendasikan bakal calon Hakim Agung ke DPR.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4415

Tidak ada komentar:

Posting Komentar