Senin, 06 April 2009

ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM

ISI DAN SIFAT KAIDAH HUKUM

Isi kaidah hukum ada 3 macam yaitu :
1. Suruhan (gebod)
2. larangan (verbod)
3. kebolehan (mogen)
sedangkan sifat kaidah hukum ada 2 macam :
1. imperatif yaitu suatu kaidah hukum dalam keadaan berbuat tidak dapat dikesampingkan. Sifat : mengikat atau memaksa
2. facultative yaitu suatu kaidah hukum yang dalam keadaan konkret dapat dikesampingkan dengan perjanjian oleh para pihak. Sifatnya mengatur/menambah

PERUMUSAN KAIDAH HUKUM

Perumusan kaidah hokum ada 2 macam, yaitu :
1. hipotetis/ bersyarat : yaitu yang menunjukkan adanya hubungan antara kondisi (sebab) dengan konsekwensi (akibat) tertentu.
2. kategori : yaitu suatu keadaan yang menurut hukum tidak menunjukkan adanya hubungan antara kondisi(sebab) dengan konsekwensi(akibat).



TUGAS DAN TUJUAN KAIDAH HUKUM

Tujuan kaidah hukum adalah kedamaian. Yang dimaksud kedamaian adalah suatu keadaan dimana terdapat keserasian antara (nilai) ketertiban ekstren antar pribadi dengan nilai ketentraman/ ketenangan intern pribadi.
Sedangkan tugas kaidah hukum adalah untuk mencapai keadilan. Yang dimaksud keadilan adalah keserasian antara(nilai) kepastian hukum dengan (nilai) kesebandingan hukum.
Hubungan antara tugas dan tujuan hukum adalah bahwa pemberian nilai kepastian hokum akan mengarah kepada ketertiban ekstren pribadi sedangkan pemberian kesebandingan hukum akan mengarah kepada ketentraman/ketenangan intern pribadi.

PENYIMPANGAN TERHADAP KAIDAH HUKUM

Penyimpangan terhadap kaidah hukum dapat berupa:
1 Pengecualian/dispensasi, yaitu penyimpangan dari kaidah hukum dengan adanya dasar yang sah.
Pembenaran(Rechtsvaardigingsgrond)
Contoh: - Noodtoertand, misalnya dua orang terapung dilaut dengan sebilah papan.
-Wettelijkvoorschrift( menjalankan perintah UU, misalnya algojo melaksanakan hukuman mati).
Bebas kesalahan( schldopheffingsgrond)
Contoh: - overmacht/berat lawan, vide pasal 48 KUHP. Misalnya kasir bank yang ditodong dengan senjata api.
2 Penyelewengan/delik, yaitu penyimpangan dengan tanpa adanya dasar yang sah.
Contoh : - Hukum perdata
a. Hukum pidana
b. HTN
c. HAN

ESSENSIALIA KAIDAH HUKUM

Esensialia kaidah hukum adalah membatasi atau mematoki bukan memaksa, sebab hukum itu sendiri dapat dilanggar dan tidak dapat melakukan paksaan. Yang mengadakan paksaan itu adalah diri sendiri ( karena adanya kesadaran hukum) dan orang lain ( petugas hukum).
Tidak ada kaidah hukum yang memaksa. Melainkan kaidah hukum tersebut dapat menimbulkan adanya paksaan, dengan kata lain sifat memaksa bukan esensil dari kaidah hukum.






PERNYATAAN KAIDAH HUKUM

Kaidah hukum merupakan pandangan hukum tentang bagaimana seharusnya orang berprilaku dan bersikap tindak menurut hukum. Jadi sifatnya abstrak dan ideal.( das sollen = apa yang seharusnya)
Pernyataan kaidah hukum telah menyangkur kaidah hukum didalam kenyataan riel, yang merupakan perwujudan hukum. Disini kita berbicara masalah kenyataan hukum jadi sifatnya riel ( das sein = apa yang senyatanya).

Tentang hubungan antara kedua macam pernyataan kaidah hukum ( saat terjadinya pernyataan kaidah hukum).
a. HANS KELSEN : Penyataan kaidah hukum umum mendahului pernyataan kaidah hukum individual.
b. TER HAAR : Penyataan kaidah individuil menyimpulkan penyataan kaidah hukum umum.

Tentang hubungan antara penyataan kaidah hukum dengan kebiasaan.
a. LOGEMAN : Penyataan kaidah hukum diikuti oleh kebiasaan.
b. TER HAAR : kebiasaan mendahului penyataan kaidah hukum

Tentang sifat penyataan kaidah hukum, ada 2 yaitu:
a. konstruktif/ kreatif, yaitu penyataan kaidah hukum yang langsung maupun tidak langsung, merupakan penyataan kaidah hukum individuil sekaligus penyataan kaidah hukum umum
b. Eksekutif, yaitu penyataan kaidah hukum dimana pentataan kaidah hukum individual yang berdasarkan kaidah hukum umum.

TANDA-TANDA PENYATAAN KAIDAH HUKUM
1. Berwujud :
a. Bahan-bahan resmi tertulis ( Per-UU-an, vonis, akta/surat otentik,dsb)
b. Rambu-rambu lalu lintas
c. Benda-benda
d. Kebiasaan ( kebiasaan memberi tip)

2. Tidak berwujud :
a. bunyi suara
b. hikmat kata-kata
c. perintah-perintah lisan

KEBERLAKUAN KAIDAH HUKUM

HANS KELSEN : hukum itu keberlakuan suatu kaidah.
Teori keberlakuan suatu hukum :
1. filosofis
2. sosiologis
3. yuridis

Essensial : yang bersifat mendasar
Hukum essensial : hokum yang bersifat mematoki, jadi bukanya memaksa karena hukum itu sendiri tidak dapat memaksa dan ia dapat dilanggar. Yang menyebabkan terjadinya paksaan adalah diri sendiri maupun orang lain (Negara)

Hukum merupakan gabungan dari :
d. das sein ( kenyataan/ fakta)
e. das sollen( cita-cita)
hokum yang baik : hukum yang menggambarkan keinginan-keinginan masyarakatnya.
Menurut ZEVEN BARGEN: Berlakunya kaidah hukum secara yuridis apabila kaidah hukum itu terbentuk sesuai dengan tata cara atau prosedur yang berlaku

Menurut LOGEMANN : Berpendapat suatu kaidah hukum itu berlaku secara yuridis apabila didalam kaidah hukum tersebut terdapat hubungan sebab-akibat atau kondisi dan konsekwensi.

Menurut GUSTAF RADERUCH : Berpendapat di dalam mencari dasar dari keberlakuan hendaklah dilihat dari kewenangan-kewenangan pembentuk undang-undang.

Berlakunya kaidah hukum secara sosiologis menurut teori pengakuan adalah apabila kaidah hukum tersebut diterima dan diakui masyrakat. Sedangkan menurut teori paksaan berlakunya kaidah hukum apabila kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.
Berlakunya kaidah hukum secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut dipandang sesuai dengan cita-cita masyarakat.
Suatu kaidah hukum sebaiknya mengandung 3 aspek tersebut, yaitu jika kaidah hukum berlaku secara yuridis saja maka hanya merupakan hukum mati sedang apabila hanya berlaku dari aspek sosiologis saja dalam artian paksaan maka kaidah hukum tersebut tidak lebih dari sekedar alat pemaksa. Apabila kaidah hukum hanya memenuhi syarat filososfis saja, maka kaidah hukum tersebut tidak lebih dari kaidah hukum yang dicita-citakan.

PENDEKATAN INTERDISIPLINER TERHADAP HUKUM

Dalam kepustakaan hukum, ada yang mengatakan bahwa hukum harus dipandang secara murni sebagai hukum. Artinya harus dipisahkan dari unsur-unsur non hukum, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, politik,ekonomi. Namun dalam kenyataannya, pandangan ini sangatlah sukar untuk diikuti karena dalam praktek hukum selalu bersinggungan dengan unsur-unsur non hukum tadi.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam mempelajari ilmu hukum kita harus mengkaitkan dengan hal-hal lainnya diluar ilmu hokum. Untuk itu perlu diketahui pendekatan indisipliner terhadap hukum.
Disiplin diartikan sebagi system ajaran tentang kenyataan gejala yang dihadapi. Macam-macam disiplin ada 4, yaitu:
1. Nomotetis adalah system ajaran yang menentukan/ bermaksud menemukan generalisasi/abstraksi dari kenyataan/ gejala social yang dihadapi.
2. filsafat adalah system ajaran yang menguraikan dan merangkum serta menyerasikan nilai-nilai manusia dalam pelbagi kontesnya.
3. sejarah adalah system ajaran yang bertujuan merekonstruksikan kenyataan/ gejala pada masa lalu
4. hukum.

Sedangkan ditinjau dari sifatnya, disiplin terbagi atas :
1. sifat analitis dari suatu disiplin merupakan suatu system ajaran yang memahami, menguraikan dan menganalitis gejala/ kenyataan yang dihadapi.
2. sifat preskriptif yaitu system ajaran yang menemukan apkah yang seharusnya/ seyogyanya dilakukan dalam menghadapi kenyataan/ gejala.
3. sifat deskriptif adalah system ajaran yang menentukan apakah yang senyatanya dilakukan dalam menghadapi kenyataan/gejala.



SEGI UMUM DISIPLIN HUKUM

Disiplin hukum lazimnya diartikan sebagi suatu system ajaran tentang hukum baik sebagai norma/kaidah maupun sebagai kenyataan/ realitas. Artinya, disiplin hukum menyoroti hukum sebagai sesuatu yang dicita-citakan maupun yang realitas/kenyataan ( das sein/ apa yang senyatanya). Sebagai norma/ kaidah disiplin hukum bersifat preskriptif sedangkan sebagai kenyataan/ realitas disiplin hukum bersifat deskriptif.
Ilmu tentang kaidah hukum dan ilmu tentang pengertian cenderung membatasi diri pada kaidah-kaidah hukum sebagai suatu pandangan yang dicita-citakan. Sedangkan ilmu tentang kenyataan menelaah hukum sebagai kenyataan yang biasanya dinamai hukum yang hidup.
Gabungan antara ilmu yang mengenai kaidah dan ilmu tentang pengertian disebut Dogmatik hukum. Karena dalam kajiannya semata-mata bersifat Dogma. Jadi Dogmatik hukum bersifat Theoritis Rasional, sehingga pengungkapanya terikat pada metode yang didasarkan pada persyaratan logika deduktif.

ILMU TENTANG PENGERTIAN

Pengertian dasar dalam hukum terdiri dari :
Masyarakat hukum
Jika masyarakat diartikan sebagai suatu system hubungan yang teratur dapat dirumuskan pengertian masyrakat hukum sebagai system hubungan teratur dengan hukumya sendiri. Adapun yang dimaksud dengan “ hukumya sendiri” adalah hukum yang dibuat oleh dan untuk masyarakat itu sendiri dalam system hubungan tadi.

Subyek hukum
Pengertian tentang hubungan yang teratur menyimpulkan berbagai pihak yang berhubungan dalam system itu. Masing-masing pihak tersebut disebut subyek hukum. Subyek hukum adalah setiap pihak sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dilihat dari sifatnya subyek hukum terdiri dari :
1. mandiri, karena berkemampuan penuh untuk bersikap tindak.
2. terlindungi, karena dianggap tidak mampu bersikap tindak
3. perantara, yang meskipun berkemampuan tetapi sikap tindak dibatasi sebatas kepentingan pihak yang diantarai.
Dilihat dari hakekatnya, subyek hukum dibedakan
1. pribadi kodrati
2. pribadi hukum
3. tokoh/ pejabat, dalam hal ini dikaitkan dengan status.

Hak dan kewajiban
Hak adalah peranan yang boleh tidak dikerjakan/dilaksanakan. Jadi sifatnya fakultatif, sedangkan kewajiban merupakan peranan yang harus dilaksanakan ( bersifat imperative)
Hak dan kewajiban dapat dibedakan antara lain:
1. hak dan kewajiban yang relative/ searah
2. hak dan kewajiban absolute/jamak arah.

Peristiwa hukum
Adalah setiap peristiwa yang akibatnya diatur oleh hukum / setiap peristiwa yang mempunyai akibat hukum. Ada 3 kelompok peristiwa hukum, yaitu
1. keadaan, yang terdiri dari
f. alamiah, siang malam
g. kejiwaan, normal atau abnormal
h. social, keadaan darurat/perang
2. kejadian, kelahiran-kematian
3. perilaku/sikap tindak
i. sikap tindak menurut hukum
j. sikap tindak melawan hukum
k. sikap tindak lainnya

Hubungan hukum
Hubungan hukum dibedakan :
1. hubungan yang sederajat dan hubungan beda derajat.
2. hubungan timbal balik, dan hubungan timpang
hubungan timbal balik, disebut demikian karena para pihak yang berhubungan sama-sama mempunyai hak dan kewajiban.



Objek hukum
Adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan objek dalam hubungan hukum yang pada dasarnya dapat dinilai/dilandasi oleh adanya kepentingan bagi subyek hukum.objek hukum dapat berupa barang/benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud/immaterial, misalnya hak cipta,hak paten,dsb.

Dalam mempelajari ilmu tentang pengertian hendaknya harus dibedakan dengan arti hukum dalam masyarakat. Arti hukum dalam masyarakat adalah pemberian arti(bukan definisi) oleh masyarakat terhadap hukum.

UNSUR-UNSUR HUKUM

Unsur-unsur hukum terdiri dari unsur ideal dan riel. Dikatakan unsur ideal karena unsur tersebut terletak dalam bidang yang sangat abstrak yang tidak dapat diraba dengan panca indera manusia, namun kehadirannyanya dapat diramalkan
Unsur riel, manusia,alam dan kebudayaan itu nanti akan melahirkan ilmu tentang kenyataan. Gabungan filsafat hukum,dogmatic hukum dan ilmu tentang kenyataan hasilnya adalah politik hukum.

BAHAN-BAHAN HUKUM

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat, terdiri dari :
a. norma dasar : pembukaan UUD 1945
b. aturan-aturan dasar : batang tubuh UUD 1945 sertatap MPR
c. perundang-undangan yang terdiri dari :
l. UU dan peraturan yang setaraf
m. Peraturan pemerintah dan peraturan yang setaraf
n. Keputusan presiden dan peraturan yang setaraf
o. Keputusan mentri dan peraturan yang setaraf
p. Peraturan-peraturan daerah

d. bahan hukum yang tidak dikodifikasikan
e. yurisprudensi/ hukum yurisprudensi
f. traktat/ perjanjian (hukum perjanjian)

Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti misalnya, rancangan UU, hasil penelitian, hasil karya dibidang hukum, dsb.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

SUMBER-SUMBER HUKUM

Sumber-sumber hukum adalah kenyataan-kenyataan yang menimbulkan hukum berlaku dan mengikat setiap orang. Sumber-sumber hukum dapat dibedakan menjadi :
a. sumber hukum dalam arti formal
mengkaji kepada prosedur atau tata cara pembentukan suatu hukum atau melihat kepada bentuk lahiriah dari hukum yang bersangkutan.
b. sumber hukum dalam arti material
yaitu factor-faktor/ kenyataan-kenyataan yang turut menentukan isi dari hukum.
Isi hukum ditentukan oleh 2 faktor :
1. factor idiel, yaitu factor yang berdasarkan kepada cita-cita masyarakat akan keadilan
2. factor social kemasyarakatan , antara lain :
- struktur masyarakat
- kebiasaan-kebiasaan
- Tata hukum Negara lain
- Agama dan kesusilaan
- Kesadaran hukum

ANEKA CARA PEMBEDAAN HUKUM

Dalam kepustakaan hukum yang klasik biasnya dikenal adanya 2 cara membedakan hukum secara ekstren, yaitu pembedaan antara lain :
a. hukum public, diasosiasikan kepada adanya campur tangan Negara yang dominan yang tujuannya dalah untuk kepentingan umum.
b. Hukum privat/perdata, diasosiasikan kepada adanya kebebasan berkontak dari para pihak yang melakukan suatu perbuatan hukum tertentu.
Dilihat dari berbagi aspek maka hukum dapat dibedakan kedalam klasifikasi :
a. Segi bentuk, hukum dibedakan menjadi : hukum tertulis dan hukum tidak tertulis
b. Segi isi/hubungan hukum/ kepentingan yang diatur : hukum public dan hukum privat.
c. Segi kebedaan eksitensi : ius constitutum dan ius constitendum.
d. Segi perbedaan wilayah keberlakuan :
- hukum alam : secara sederhana dapat dirumuskan sebagai hukum yang berlaku dimana saja, kapan saja, siapa saja, yang bersifat universal.
- Hukum positif
e. segi sifatnya :
- kaku (rigia) : hukum positif/ imperative
- luwes ( fleksibel) : hukum fakultatif
f. perbedaan antara hukum substantive dan hukum adjektif
- hukum substantive : hukum yang dilihat dari isinya berisikan pengaturan hak dan kewajiban
- hukum adjektif : hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum substantive

ILMU TENTANG KENYATAAN

Sosiologi hukum
Istilah sosiologi hukum pertama kali diperkenalkan oleh Anzilolti (1882). Ruang lingkup sosiologi hukum :
a. mempelajari dasar social dari hukum
b. mempelajari efek atau pengaruh hukum terhadap gejala social lainnya, ditinjau dari perspektif penelitiannya maka sosiologi hukum dapat dogolongkan ke dalam 2 golongan yaitu :
- sosiologi hukum teoritis : bertujuan untuk menghasilkan generalisasi atau abstraksi setelah pengumpulan data, penelitian terhadap keteraturan social dan pengembangan hipotesis, dimana di dalam hipotetis selalu terdapat sebab akibat
- sosiologi hukum praktis
- bertujuan untuk menguji hipotetis tersebut.

PENDEKATAN TERHADAP SOSIOLOGI HUKUM

1. Instrumentalik
Lebih menekankan pada fungsi hukum sebagai sarana pengambilan keputusan oleh penguasa. Kelemahan pendekatan ini adalah para sosiolog berperan sebagai seorang teknis, akibatnya aspek-aspek struktur social lainnya sering terabaikan.

2. pendekatan hukum alam dan positivstik
hukum alam dan positivstik lebih menitik beratkan pada adanya proses legislasi, bahkan cenderung untuk bersifat legisme. Pendekatan ini memandang hukum itu undang-undang.
3. pendekatan paradimatil
dikatakan paradigna sosiologi hukum apabila sosiologi hukum diartikan sebagai cabang ilmu hukum yang mempelajari hukum gejala social.

ANTROPOLOGI HUKUM
Antropologi hukum adalah ilmu hukum yang mempelajari pola-pola sengketa dan cara penyelesaiannya baik pada masyarakat yang sederhana maupun pada masyarakat yang mengalami modernisasi.hukum, dalam proses konkritisasi antropologi bermanfaat untuk mengetahui pola prilaku masyarakat guna mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai dalam masyarakat. Dalam mempelajari hukum seorang antropologi harus mengetahui :
1. anggapan masyarakat tentang pedoman perihal perilaku yang pantas dan ajeg
2. mengadakan identifikasi terhadap perilaku suatu warga yang berupa meyimpang dari norma-norma.
PSIKOLOGI HUKUM
Psikologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang menyoroti hukum sebagai perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Ruang lingkup psikologi hukum mengkaji:
1. perwujudan dari gejala-gejala tertentu
2. landasan kehjiwaan sikap tindak tersebut
psikologi hukum meneliti mengapa orang mematuhi hukum. Ada beberapa factor yang menyebabkan seseorang patuh kepada hukum :


1. compliance
seseorang patuh kepada hukum karena ada harapan atau suatu imbalan tertentu dan untuk menghidari diri dari hukuman
2. identification
orang patuh kepada hukum karena untuk menjaga keanggotaan kelompok agar utuh serta adanya hubungan baik dengan penguasa agar mendapat keuntungan tertentu
3. internalization
orang patuh kepada hukum karena adanya kesadaran bahwa nilai-nilai hukum dianggap sesuai dengan nilai intrinsic warga masyarakat.
4. kepentingan-kepentingan yang terjamin
orang patuh pada hukum apabila kepentingan-kepentingan yang terjamin.
Sikap tindak dan prilaku hukum yang abnormal menyebabkan seseorang melanggar hukum. Ada beberapa contoh yang menunjukkan adanya gejala psikologi yang menyebabkan orang melanggar hukum antara lain :
1. neurosis
yaitu perasaan khawatir yang berlebihan yang menyebabkan orang selalu panic dan tegang.
2. psikosis
3. gejala sosiopetrik yang mencangkup :
1. reaksi anti social (psykopat)
dengan cirri-ciri orang yang hampir tidak mempunyai etika moral
2. reaksi diasosial
yaitu orang yang selalu berurusan dengan hukum karena adanya kekurangan-kekurangan di dalam kepribadiannya
3. deviasi sexual
4. addication/ketergantungan

PERBANDINGAN HUKUM
Perbandingan disini diartikan sebagai suatu tindakan untuk mengadakan identifikasi terhadap persamaan atau perbedaan antara 2 atau lebih gejala tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan perbandingan hukum adalah “ cabang ilmu pengetahuan hukum yang menyoroti dan memperbandingkan system-sisten hukum yang berlaku didalam satu/beberapa masyarakat”.
Didalam ilmu hukum perbandingan hukum sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan mempunyai ruang lingkup :
1. isi kaidah hukum
2. dasar kemasyarakatannya
3. sebab-sebabnya
dari ke-3 hal tersebut akan diketahui persamaan dan perbedaannya.
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup perbandinagan hukum meliputi system hukum,fungsi hukum,pola penanggulangan masalah-masalah hukum.
Ada 3 cabang perbandinagn hukum yaitu :
1. descriptive comparative law
adalah cabang perbandingan hukum yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-bahan tentang sisten hukum masyarakat dengan menyajikan perbandinagn mengenai lembaga-lembaga hukum tertentu kaidah-kaidah hukum tertentu yang merupakan bagian dari lembaga hukum tersebut.
2. comparative history law
adalah cabang perbandingan hukum yang bertujuan memantapkan sejarah universal hukum sebagai suatu gejala social yang merupakan evolusi dari lembaga-lembaga hukum tersebut.
3. comparative legislation
adalah cabang perbandingan hukum yang bertujuan untuk menentukan tempat bagi ilmu hukum nasional baik sebagai hasil pengembangan studi hukum maupun sebagai hasil dari kesadaran akan perasaan hukum secara internasional jadi bertujuan untuk menyususn adanya azas-azas hukum yang universal
kegunaan-kegunaan perbandingan hukum adalah :
1. untuk unifikasi hukum/penyatuan hukum
2. untuk harmonisasi hukum
3. untuk pembaharuan hukum
4. penelitian azas-azas hukum yang universal

SISTEM HUKUM
Internal eksternal
(tata hukum) (aspek kemasyarakatan)
Hukum Negara
* HTN politik
*HAN administrasi
Hukum pribadi antropologi,psikologi
Hukum harta kekayaan ekonomi
Hukum keluarga agana,sosiologi,psikologi
Hukum waris agama,sosiologi,psikologi
Hukum pidana kriminologi,victimologi
Hukum acara administrasi
Hukum internasional

SEJARAH HUKUM
Sejarah hukum adalah cabang ilmu pengetahuan hukum yang menyoroti perkembangan dan asal usul system hukum dalam 1 atau beberapa masyarakat. Disamping itu pula dipelajari factor-faktor non hukum yang mempengaruhi perkembangan dan asal-usul tersebut. Perkembangan yang ditelaah meliputi struktur hukum, substansi hukum maupun budaya hukum yang senantiasa dikaitkan dengan bidang hukum sebagai kerangka dasarnya. Dilihat dari bentuknya sejarah hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1. sejarah hukum ekstern
2. sejarah hukum intern
Sejarah hukum ekstern ruang lingkupnya adalah perkembangan secara menyeluruh dari suatu hukum positif tertentu. Objek khususnya adalah sejarah pembentukan hukum/pengaruh sumber-sumber hukum dalam arti formal pada periode-periode tertentu.
Sedangkan sejarah hukum intern ruang lingkupnya adalah lembaga-lembaga hukum dan pengertian-pengertian hukum dari suatu bidang hukum tertentu menurut periodesasi tertentu pula.

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN POLITIK HUKUM INDONESIA

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA DAN POLITIK HUKUM INDONESIA

PRA KEMERDEKAAN
1. Masa Vereenigde Oostindische Compagnie (1602-1799)
Pada masa ini bermula dari hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada VOC berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Akhirnya Gubernur Jenderal Pieter Both diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana.
Kumpulan peraturan pertama kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama Statuta Batavia. Pada tahun 1766 dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara. Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799.

2. Masa Besluiten Regerings (1844-1855)
Tata hukum Hindia Belanda terdiri dari :
1. Peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan.
2. Peraturan-pertauran tertulis yang tidak dikodifikasikan.
3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan Eropa.
Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB).

Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.

3. Masa Regerings Reglement/RR (1855-1926
Berhasil diundangkan :
1. Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
2. Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan Eropa.
3. Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
4. Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
5. Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui S.1915:732 mulai berlaku 1 Januari 1918.


4. Masa Indische Straatsregeling (1926-1942)
Pada masa ini berdasarkan pasal 163 IS penduduk dibagi menjadi 3 Golongan menjadi :
1. Golongan Eropa – Hukum Eropa
2. Golongan Timur Asing – Sebagian Hukum Eropa dan sebagian Hukum Adat.
3. Golongan Pribumi – Hukum Adat.
Tujuan pembagian golongan ini adalah untuk menentukan sistem hukum mana yang berlaku bagi masing-masing golongan berdasarkan pasal 131 IS. Untuk hukum acara digunakan Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering dan Reglement op de Strafvordering untuk Jawa dan Madura.
Susunan Peradilannya :
• Residentiegerecht
• Ruud van Justitie
• Hooggerechtshoj
Untuk yang diluar Jawa dan Madura diatur dalam Recht Reglement Brugengewesten berdasarkan S.1927:227. Hukum acara yang berlaku bagi masing-masing golongan, susunan peradilannya adalah sebagai berikut :
• Pengadilan Swapraja
• Pengadilan Agama
• Pengadilan Militer
Untuk golongan Pribumi berlaku hukum adat dalam bentuk tidak tertulis tetapi dapat diganti dengan ordonansi yang dikeluarkan Pemerintah Belanda berdasarkan pasal 131 (6) IS.

5. Masa Jepang (Osamu Seirei)
Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah kekuasaan AL jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturan-peraturan yang digunakan untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei.Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.”

6. Pasca Kemerdekaan
a. Masa 1945-1949
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, UUD 45 adalah landasan yuridisnya, sedangkan politik hukum yang berlaku terdapat pada Pasal II Aturan peralihan UUD 45 “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Masa ini berlaku konstitusi RIS. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru yang dihasilkan selama kurun waktu 27/12/1949 s.d 16/8/1950. Dasarnya pasal 192 KRIS.
b. Masa 1950 – 1959
Pada masa ini berlaku UUDS. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku dengan pasal 142 UUDS 1950 yang ditambah dengan peraturan baru selama masa kurun waktu 17/8/1950 hingga 4/7/1959.
c. Masa 1959 – sekarang
Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita kembali ke UUD 45. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari segala peraturan masa 1950-1959 dan segala peraturan yang berlaku berdasarkan pasal II Aturan Tambahan dan Peraturan yang dibentuk setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

SISTEM HUKUM
1. SISTEM HUKUM EROPA KONTINENTAL
Prinsip Dasar / Utamanya : Bahwa hukum itu memperoleh kekuatan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk UU yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
Tujuan Hukumnya : Kepastian hukum
Sumber Hukumnya : UU yang dientuk legislatif, peraturan yang dibuat oleh eksekutif dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat yang tidak bertentangan dengan UU.

2. SISTEM HUKUM ANGLO-SAXON (ANGLO AMERIKA)
Sumber dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah putusan-putusan hakim/pengadilan atau yurisprudensi. Melalui keputusan-keputusan hakim prinsip dan kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum. Hakim berperan dalam menciptakan kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat (hakim mempunyai wewenang luas/bebas). Namun demikian, hakim terikat pada asas doctrine of precedent.

3. SISTEM HUKUM ADAT
Sistem hukum adat di Indonesia terbagi menjadi tiga :
• Hukum adat mengenai tata negara : tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat perlengkapan, jabatan-jabatan dan pejabatnya.
• Hukum adat mengenai warga (hukum warga) T.D
• Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)

4. SISTEM HUKUM ISLAM
Sumber Hukum Islam :
1. Al-Qur’an
2. Sunnah Nabi
3. Ijma
4. Qiyas (analogi)
Sistem Hukum Islam dalam hukum Fikh terbagi dua :
1. Hukum Rohaniah
2. Hukum Duniawi terdiri dari : Muamalat, Nikah, Jinayat.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dari ajaran Islam dengan keimanan lahir-bathin secara individu.

5. SISTEM HUKUM KANONIK
Sistem hukum Kanonik adalah sistem hukum yang dianut oleh mereka yang tunduk kepada peraturan-peraturan gereja. Kitab hukum Kanonik 1983 dengan 1752 Kanon (nomor) terbagi menjadi dalam tujuh buku dan setiap buku dibagi dalam bagian, seksi, judul, bab dan artikel.

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL KONTEMPORER

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL KONTEMPORER

A. SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIOANAL

Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman dari segi sejarah. Melalui pendekatan sejarah ini, tidak sekedar proses evolusi perkembangan hukum internasional dapat dirunut secara faktual kronologis, melainkan juga seberapa jauh kontribusi setiap masa bagi perkembangan hukum internasioanal. Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan eksistensi dari suatu norma hukum. Hal ini dapat dibuktikan antara lain melalui sumber hukum internasional, yaitu kebiasaan (custom).

a. Masa klasik

Permulaan dari hukum internasional, dapat kita lacak kembali mulai dari wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM. Di mana telah ditemukannya sebuah perjanjian pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin lagash, dan pemimpin umma . Perjanjian tersebut ditulis diatas batu yang didalamnya mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut. Perjanjian tersebut dirumuskan dalam bahasa Sumeria.
Bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum internasional kuno adalah India, Yunani dan China. Ajaran-ajaran Hindu, dengan kitabnya Manu, menunjukkan pengintegrasian nilai-nilai yang memiliki derajat kemanusiaan yang tinggi. Pencapaian lain yang menarik dari bangsa China adalah upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu, yang dianggap telah sebanding dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.
Dalam praktek dengan hubungan negara luar, Yunani kuno memiliki sumbangan yang sangat mengesankan dalam kaitannya dengan permasalahan publik. Akan tetapi, sebuah hal yang sangat aneh, bagi sistem arbitrase modern, yang dimiliki oleh arbitrase Yunani adalah kelayakan bagi seseorang arbitrator untuk mendapatkan hadiah dari pihak yang dimenangkannya.
Bangsa Romawi dalam pembentukan perjanjian-perjanjian dan perang diatur melalui tata cara yang berdasarkan pada upacara keagamaan. Sekelompok pendeta-pendeta istimewa, Fetiales, tergabung dalam sebuah dewan yang bernama collegium fetialum yang ditujukan bagi kegiatan-kegiatan yang terkait secara khusus dengan upacara-upacara keagamaan dengan relasi-relasi internasional. Sedangkan tugas-tugas fetiales dalam kaitannya dengan pernyataan perang, merekalah yang menyatakan apakah suatu bangsa (asing) telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bangsa Romawi.

b. Masa Pertengahan

Pada masa ini hukum alam mengalami transformasi di bawah bendera Gereja Katolik. Kelompok rasionalis yang diwakili oleh Thomas Aquinas, beranggapan bahwa hukum alam dapat digali oleh rasio manusia. Dalam kaitannya dengan hukum internasional pada saat ini tidak mendapatkan sentuhan sama sekali. Peran keagaam secara berlebihan mendominasi sektor-sektor sekular. Karena itu abad pertengahan ini disebut masa kegelapan.
Benih-benih perkembangan hukum internasional dapat ditemukan di daerah-daerah yang berada di luar jangkauan kekuasaan gereja Roma. Negara-negara ini antara lain Inggris, Prancis, Venesia, Swedia, Portugal dan Aragon. Perjanjian-perjanjian pada abad ini mencerminkan semangat jamannya yakni mengatur tentang peperangan. Sejak akhir abad pertengahan hukum internasional digunakan dalam isu-isu politik, pertanahan dan militer. Hukum mengenai pengambilalihan wilayah menjadi sangat penting karena berkaitan dengan eksplorasi besar-besaran yang dilakukan oleh Eropa terhadap Afrika dan benua baru, Amerika.

c. Hukum Internasional Islam

Pada saat ini umat islam terbagi-terbagi pada beberapa negara-bangsa, sehingga tidak dimungkinkannya untuk menyatakan suatu pandangan Islam yang dapat mewakili semua kelompok yang terdapat didalamya. Beberapa sarjana memiliki anggapan bahwa apabila hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan Eropa. Sehingga mereka berkesimpulan akan terdapatnya pengaruh-pengaruh yang indispensable dari peradaban-peradaban lain, yang diantaranya peradaban Islam, yang pada saat merupakan kekuatan ekonomi di atas bangsa Eropa. Pengaruh Islam terhadap sistem hukum internasional Eropa dinyatakan oleh beberapa sejarawan Eropa diantaranya Marcel Boissard dan Theodor Landschdeit.
Sementara dalam hubungan internasional, Islam secara umum Dr. M Abu Zahrah mengemukakan sepuluh prinsip dasar tentang kelangsungan hubungan internasional dalam teori dan praktek kaum Muslimin, Yaitu :
1. Islam menempatkan kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk terhormat. Ia sebagai khalifah di muka bumi.
2. Manusia sebagai umat yang satu dan disatukan, bukan saja oleh proses teori evolusi historis dari satu keturunan Nabi Adam as, melainkan juga oleh sifat kemudian yang universal.
3. Prinsip kerjasama kemanusiaan (ta’awun insani) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
4. Prinsip toleransi (tharsomah) dan tidak merendahkan pihak lain.
5. Adanya kemerdekaan (harriyah). Kemerdekaan menjadi sangat penting sebab merupakan akar pertumbuhan dan kesempurnaan manusia.
6. Akhlak yang mulia dan keadilan.
7. Perlakuan yang sama dan anti diskriminasi.
8. Pemenuhan atas janji.
9. Islam menyeru kepada perdamaian, karena itu harus mematuhi kesepakatan merupakan kewajiban hukum dan agama.
10. Prinsip kasih sayang dan mencegah kerusakan.
Hukum Internasional Islam sebagaimana diakui oleh pakar Hukum internasional Islam modern, Madjid Khaduduri, Islam memiliki karakter agresif dengan lebih mengarah pada penaklukkan dibanding kristen, sebagaimana tercantum dalam Wasiat Lama ataupun Baru. Akan tetapi, hal ini menunjukkan kelebihan dari Hukum Islam yang dalam hal pengaturan mengenai hukum perang lebih komprehensif, yang dibuktikan dengan pengecualian wanita, anak-anak, orang tua, lingkungan sebagai kategori non-combatans sebagaimana dinyatakan dalam pidato abu bakar. Ataupun praktek pertukaran tawanan secara besar-besaran yang diduga bermula dari Khalifah Harun Al-Rasyid.
Kontribusi lain yang lebih praktis, yaitu tumbunya negara-negara muslim sekitar pertengahan abad kedua puluhan, terutama sejak dideklarasikannya sepuluh Dasa Sila Bandung. Hasil Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Banyak negara di belahan benua Afrika yang pada akhirnya melepaskan diri dari penjajahan dan merdeka. Dua puluh tahun kemudian, yaitu sekitar tahun 1973, negara-negara Islam sepakat untuk mendirikan Organisasi dunia yang dinamakan Organisasi Konferensi Islam Internasional atau OKI. Soekarno dan Gamal Abdul Natsir, telah memainkan peranan penting dalam pembentukan OKI tersebut.
d. Hukum Internasional Modern

Pada abad ketujuhbelas dan delapan belas, tercatat sebagai semangat baru memasuki era tumbuhnya hukum internasional.Hugo de groot atau grotius, pakar hukum dari Belanda merupakan orang yang paling berpengaruh atas perkembangan hukum internasional modern. Dalam pemikirannya, ia menekankan perbedaan antara hukum bangsa-bangsa dan hukum alam. Akan tetapi, hukum bangsa-bangsa dianggapnya sebagai bagian hukum alam. Meskipun demikian, hukum bangsa-bangsa berdiri sendiri dan mendapatkan kekuatan mengikatnya berasal dari kehendak negara-negara itu sendiri.

perbankan

Perekonomian dunia semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan kebutuhan hidup manusia. Perkembangan ini berhubungan dengan pembangunan di setiap negara, baik dari negara kecil maupun negara besar. Demikian pula pemerintahan Indonesia yang sedang giat melaksanakan pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan di Indonesia dilakukan secara bertahap dan terencana baik itu dengan sistem perekonomian konvensional maupun dengan sistem perekonomian syari’ah. Dalam hal perkembangan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek, aspek-aspek perkembangan perekonomian Indonesia tersebut salah satunya adalah aspek Perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Salah satu sarana dalam menopang perekonomian Indonesia adalah di sektor perbankan, yang berfungsi untuk menjaga kestabilitasan antara nasabah dengan pihak bank. Sebagaimana telah diketahui bahwa bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan atas kepercayaan masyarakat, khususnya masyarakat penyimpan dana, bank mempunyai peranan dan posisi yang strategis dalam memperbaiki dan memperkokoh perekonomian nasional guna menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.
Sebagai lembaga yang menjadi stabilitas perekonomian nasional, bank merupakan sarana yang berfungsi sebagai lembaga yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional dibidang perekonomian guna mencapai masyarakat adil dan makmur. Hal ini disebabkan karena tugas perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya, oleh karena itu dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya kepada masyarakat terutama nasabah, bank harus senantiasa bergerak cepat guna mencapai atau menghadapi tantangan yang semakin berat dan luas dalam perkembangan perekonomian nasional maupun internasional dan tantangan ini tidak hanya akan dihadapi oleh bank pemerintah akan tetapi bank non pemerintah juga memiliki tantangan yang sama dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada pasal 1 poin 16 menyatakan bahwa nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank; dan pada pasal 1 poin 17 dijelaskan bahwa nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral yang berfungsi sebagai lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan lender of the last resort.
Deregulasi pada sektor perbankan telah membawa dampak berupa perkembangan yang pesat dalam industri perbankan, baik dengan bertambahnya jumlah bank ataupun jumlah kantor bank. Dengan bertambahnya jumlah bank dan jumlah kantor bank maka setiap bank dituntut untuk mampu bersaing dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat. Berbagai jasa perbankan dan produk perbankan dikeluarkan guna menarik nasabah sebanyak mungkin, bahkan masing-masing bank berusaha untuk bersaing dalam memberikan tingkat bunga simpanan yang cukup tinggi dan insentif bagi nasabah penyimpan dana, baik berupa hadiah, kemudahan serta penggunaan teknologi canggih guna menunjang berbagai kegiatan tersebut.
Dengan melihat perkembangan jumlah bank, banyaknya jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun dan disalurkan serta penggunaan teknologi yang semakin canggih dapat membuka peluang untuk timbulnya konflik. Didalam pelaksanaan proses perbankan tidak hanya menghasilkan hubungan baik, akan tetapi dapat juga menimbulkan perselisihan yang berdampak kepada sengketa. Maka dari itulah suatu usaha dari skala kecil hingga skala besar akan berhasil dengan baik apabila adanya pembaharuan didalam sistem penyelesaian permasalahan perbankan, karena kemungkinan terjadinya sengketa perbankan pada kartu kredit dapat terjadi pada setiap orang tanpa terkecuali. Didalam permasalahan tersebut biasanya akan diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah, dan apabila proses penyelesaian permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan melalui hukum.
Sebelum adanya peraturan bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan, penyelesaian permasalahan didalam perbankan dapat diselesaikan dengan 2 (dua) alternatif. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara melalui litigasi (proses peradilan) dan dengan cara non litigasi (proses penyelesaian yang tidak melalui lembaga peradilan).
Secara umum pranata proses penyelesaian sengketa melalui litigasi (melalui proses peradilan) dibedakan dalam 2 (dua) bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Penyelesaian sengketa melalui peradilan Pidana;
Penyelesaian sengketa melalui peradilan pidana terjadi apabila terdapat unsur-unsur kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak, baik itu dilakukan oleh nasabah atau dilakukan oleh pihak bank.
2. Penyelesaian sengketa melalui peradilan perdata;
Penyelesaian sengketa melalui peradilan perdata terjadi apabila salah satu pihak mengalami kerugikan yang bersifat material dan peradilan perdata bersifat absolute competentie yang salah satunya berfungsi untuk menyelesaikan sengketa ganti rugi dalam permasalahan perbankan
Secara umum pranata proses penyelesaian sengketa melalui non litigasi (proses penyelesaian yang tidak melalui proses peradilan) dibedakan dalam 3 (tiga) bagian. Bagian-bagian tersebut antara lain:
1. Mediasi;
Proses penyelesaian melalui mediasi suatu proses penyelesaian sengketa alternatif dimana pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan, terlebih dari untuk memutuskan perselisihan yang terjadi.
2. Negosiasi;
Proses penyelesaian melalui negosiasi merupakan suatu proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.
3. Arbitrase.
Proses penyelesaian arbitrase merupakan suatu proses penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Sebelum dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan, penyelesaian permasalahan perbankan melalui mediasi telah ada. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya ketentuan untuk melindungi nasabah, yaitu Surat Edaran No. 7/24/DPNP tanggal 18 Juli 2005 mengenai Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Surat Edaran No.7/25/DPNP tanggal 18 Juli 2005 mengenai Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
Setelah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan maka didalam penyelesaian permasalahan perbankan, khususnya penyelesaian permasalahan perbankan di Indonesia secara tegas diselesaikan melalui mediasi. Pola penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui mediasi di dalam khasanah hukum Indonesia merupakan bagian dari pola penyelesaian melalui jalur alternatif, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan sebagai berikut:
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Dan dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum disebutkan bahwa penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.
Mediasi perbankan ini sangat penting karena mencakup aspek perlindungan konsumen. Itu sebabnya, lembaga mediasi perbankan mutlak diperlukan oleh konsumen atau nasabah membutuhkan saluran perbankan yang independent dan tidak berat sebelah.
Dalam perkembangannya, dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, penyelesaian sengketa di bidang perbankan yang terjadi diantara bank dengan nasabah dapat diselesaikan melalui jalur mediasi. Pola penyelesaian mediasi ini merupakan tindak lanjut dari prosedur penanganan pengaduan nasabah sebagaimana diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Seiring perkembangan zaman Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan mengalami perubahan, hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No. 10/I/PBI/2008 tanggal 29 Januari 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
Penyelesaian sengketa secara mediasi mempunyai daya tarik tersendiri karena keserasiannya dengan sistem sosial dan budaya masyarakat Indonesia secara majemuk. menyebutkan bahwa ada beberapa keuntungan yang sering muncul dalam dalam sebuah upaya penyelesaian sengketa perbankan, yaitu:
1. sifat kesukarelaan dalam proses penyelesaian;
2. prosedur yang tepat, cepat;
3. keputusan non-yudisial;
4. prosedur penyelesaian sangat rahasia (confidentiality ).

Dalam proses penyelesaian permasalahan ini bersifat fleksibel dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu, hemat biaya, pemeliharaan hubungan, tinggi kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, kontrol dan kemudahan untuk memperkirakan hasil dan keputusan yang bertahan sepanjang waktu. Di samping itu, proses penerapan sanksi terhadap berbagai sengketa melalui mediasi bersifat tegas dan pasti karena menyangkut kepentingan publik secara luas. Ketegasan tersebut dimaksudkan untuk memelihara kepentingan pihak lain dan tidak terganggunya sistem sosial yang telah dipraktekkan bersama-sama. Sanksi tersebut juga tidak bersifat baku; ia sesuai dengan kondisi karena sanksi tersebut merupakan kesepakatan yang harus dijalani bersama. Sifat ini menandakan bahwa keputusan mediator sangat fleksibel, tidak sebagaimana hukum formal.

Mekanisme penyelesaian mediasi berdasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/I/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana dikemukakan oleh Luqman Hakim pengajuan mediasi harus dimulai dengan mengajukan permohonan yang dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank kepada Lembaga Mediasi Perbankan, karena Lembaga Mediasi Perbankan belum terbentuk maka untuk sementara Bank Indonesia memfasilitasi dalam menyelesaikan melalui mediasi tersebut. Sebelum masing-masing pihak melakukan mediasi yang di fasilitasi oleh Bank Indonesia maka pihak-pihak yang bersengketa tersebut harus melakukan kesepakatan untuk menyelesaikan melalui mediasi atau Agreement to mediatee. Hal ini disebabkan karena permasalahan mediasi harus berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak untuk melakukan mediasi.
mediasi oleh mediasi perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa transaksi keuangan di luar pengadilan. mediasi adalah proses penyelesaian sengketa badan usaha yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan memberikan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan, disamping memberikan berbagai macam jasa seperti tempat menukar uang, memindahkan uang atau menerima pembayaran dan setoran dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi mediasi perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan pertimbangan bahwa penyelesaian pengaduan oleh bank yang tidak memuaskan nasabah berpotensi menimbulkan sengketa perbankan. Dalam hal ini, apabila sengketa tersebut tidak segera ditangani maka dalam jangka panjang akan dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan sehingga perlu dilakukan fasilitasi melalui mediasi perbankan guna menjembatani penyelesaian sengketa perbankan tersebut.
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006, bersama ini kami informasikan bahwa Bank Indonesia telah menjalankan fungsi mediasi perbankan sebagai sarana yang sederhana, murah, dan cepat dalam hal penyelesaian pengaduan nasabah oleh Bank belum dapat memuaskan nasabah dan menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank.
Pengajuan penyelesaian sengketa dimaksud dapat disampaikan kepada Bank Indonesia oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.
2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.
3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immaterial. Yang dimaksud kerugian immaterial antara lain adalah kerugian karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
4. Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah tersebut dapat berupa kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada Nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan Nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan Nasabah untuk mendapatkan penyelesaiannya Sengketa.
5. Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 (enampuluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan Nasabah dari Bank
6. Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga Mediasi perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau dibuat sendiri oleh Nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung antara lain:
a. Foto copy surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Bank kepada Nasabah.
b. Foto copy bukti identitas Nasabah yang masih berlaku.
c. Surat penyataan yang ditandatangani di atas meterai yang cukup bahwa Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga Mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam Mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.
d. Foto copy dokumen pendukung yang terkait dengan Sengketa yang diajukan
e. Foto copy surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian Sengketa dikuasakan.
7. Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung disampaikan kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan
Menara Radius Prawiro lantai 19
Jalan MH Thamrin No. 2
Jakarta 10110
• Dengan tembusan kepada Bank Mandiri cabang setempat.

adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.

Sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan, penyelenggaraan mediasi dilakukan apabila sengketa antara nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh Bank dalam penyelesaian pengaduan nasabah dapat diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan.

Saat ini mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan selambat-lambatnya 31 Desember 2007. Setelah tanggal tersebut mediasi dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan yang independen. Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia terbatas pada upaya membantu nasabah dan Bank untuk mengkaji ulang sengketa secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan. Bank Indonesia tidak memberikan keputusan dan atau rekomendasi penyelesaian sengketa kepada nasabah dan Bank. Proses mediasi dapat dilakukan di kantor Bank Indonesia yang terdekat dengan domisili nasabah.
A. Pengajuan Penyelesaian Sengketa
1. Pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan hanya dapat dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah, termasuk lembaga, badan hukum, dan atau Bank lain yang menjadi nasabah Bank tersebut.
2. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.
3. Nilai tuntutan finansial dalam mediasi perbankan diajukan dalam mata uang Rupiah dengan batas paling banyak sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Jumlah maksimum nilai tuntutan finansial sebagaimana dimaksud pada angka 3 di atas dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketa.
5. Pengajuan penyelesaian sengketa dilakukan secara tertulis dengan mengisi Formulir Pengajuan Penyelesaian sengketa (Formulir isian dapat diambil pada cabang Bank terdekat). Formulir ini ditujukan kepada: Direktorat Investigasi dan mediasi perbankan, Bank Indonesia Menara Radius Prawiro Lt. 19 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 Dengan tembusan disampaikan kepada Bank yang bersangkutan
6. Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari Bank sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos. Contoh: Apabila tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari Bank kepada nasabah adalah pada tanggal 5 Juni 2006, maka pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos (apabila disampaikan melalui pos) dilakukan paling lambat pada tanggal 30 Agustus 2006.
7. Proses mediasi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja yang dihitung sejak nasabah dan Bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan.
8. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 7 dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan Bank yang dituangkan secara tertulis.
9. Kesepakatan tertulis mengenai perpanjangan waktu pelaksanaan proses mediasi sebagaimana dimaksud pada angka 8 mencantumkan secara jelas alasan dilakukannya perpanjangan waktu, antara lain untuk menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Perpanjangan waktu dimaksud dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan : a. Para pihak memiliki itikad baik dengan mematuhi aturan mediasi dan perjanjian mediasi (agreement to mediate) b. Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan.
10. Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu Akta Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan Bank. Yang dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan. Yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan Bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Keberadaan lembaga mediasi perbankan merupakan sebuah bentuk perlindungan terhadap konsumen. Ini merupakan salah satu langkah kebijakan yang akan diterapkan Bank Indonesia (BI) yang tertuang dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Keberadaan lembaga tersebut sebetulnya merupakan suatu terobosan seperti di negara lain karena kita ingin memberdayakan konsumen, yakni nasabah perbankan.
Dengan hadirnya lembaga mediasi perbankan, bukan berarti, kita ingin melindungi nasabah atau bank dari tuntutan hukum, tapi kita memperjelas mekanisme komplain. Jadi, kalau kelak ada nasabah mengomplain jasa perbankan, kita akan mengatur mekanismenya. Sehingga, di kemudian hari, kalau mekanismenya jelas, hasilnya pun akan jelas. Namun, bila lembaga mediasi perbankan nanti hadir, tolong jangan dilihat bahwa nanti BI akan lebih berpihak kepada nasabah. Nah, yang mesti dipahami, kalau terdapat komplain dari nasabah, sebenarnya, hal itu bukan semata-mata kepentingan nasabah. Tapi, penyelesaian komplain sebenarnya juga untuk kepentingan bank. Karena, paling tidak, dalam mekanisme komplain ini, lebih banyak kepentingan untuk bank.
Pertama, bank bisa membuat nasabah menjadi lebih betah karena setiap ada persoalan yang dirasakan oleh nasabah dapat dijawab dengan jelas oleh bank. Bila nasabah makin betah, diharapkan akan menunjukkan loyalitas nasabah yang akan makin teruji.
Kedua, adanya komplain dapat menjadi informasi berharga bagi manajemen bank. Dengan demikian, kalau manajemen bank mengetahui bahwa ternyata komplain banyak terjadi pada bidang tertentu, misalnya, dapat segera diperbaiki. Terkait dengan loyalitas nasabah, dengan adanya komplain nasabah, akan menjadi warning bagi bank. Artinya, manajemen bank yang bersangkutan menjadi tahu, aspek mana saja yang banyak dikeluhkan nasabah. Dengan demikian, aspek tersebut dapat langsung diperbaiki sisi lemahnya.
Manfaat lain bagi bank, bagian market research pada bank tersebut jadi mengetahui kelemahannya di mana saja. Hal ini menjadikan efisiensi karena market research tak perlu menyewa orang luar. Selain itu, reputasi bank bersangkutan makin bagus karena layanan bank tersebut juga mengalami perbaikan.
Hal lain, bila terdapat negative publicity, bisa segera diketahui atau diminimalisasi. Daripada ketidakpuasan nasabah terhadap suatu bank dituliskan di surat pembaca media massa, lebih baik langsung ditangani. Sebab, kalau mereka komplain di media massa, setidaknya, reputasi bank tersebut bakal jelek. Jadi, sekali lagi, jangan dilihat lembaga ini hanya untuk konsumen semata. Karena, banyak juga manfaatnya bagi bank. Walaupun namanya perlindungan pada nasabah, tapi, sebetulnya, banyak manfaatnya untuk kedua pihak.
Kelak, ada dua hal yang menjadi output dari kegiatan lembaga ini. Pertama adalah complain management. Mekanisme pengaduan tersebut nothing to do dengan lembaga. Di mana, nanti, kita akan memintakan kepada bank untuk menunjuk tim khusus yang menangani persoalan bila terjadi komplain. Dalam mekanisme itu, tidak perlu ada lembaga. Lembaga itu baru akan ada dan diperlukan kalau ternyata dari komplain normal ini nasabah juga tak puas, sehingga dia bisa mengajukan ke pengadilan. Tapi, kalau menempuh mekanisme pengadilan, akan mahal biayanya. Oleh karena itu, mereka bisa pergi ke lembaga mediasi yang kami bentuk ini.
Lembaga ini tentunya akan berfungsi sebagai lembaga mediasi perbankan. Dan, tentu saja, lembaga mediasi itu bisa hanya berperan sebagai mediator yang mempertemukan dua pihak tersebut. Atau, bisa juga, lembaga ini bertindak sebagai arbitrator. Tapi, yang jelas, kedua kemungkinan itu bisa saja dilakukan. Selain sebagai mediator, bisa juga nanti dilengkapi dengan fungsi arbitrator. Itu yang penting.
Dalam membentuk lembaga mediasi tersebut, tim telah belajar dari lembaga sejenis yang sudah ada di negara lain. Memang, ada kemungkinan, lembaga mediasi ini berada di dalam BI dan di luar BI. Bila berada di luar BI, kami sebut independent mediation agency. Jadi, semacam lembaga independen yang terdapat perwakilan nasabah di dalamnya. Ada juga perwakilan bank dan pihak independen. Ada yang berfungsi sebagai manajer, ada mediator, dan ada administrasinya. Lembaga semacam ini betul-betul pure mediasinya.
Bila melihat maksud baik dan mekanisme yang ditempuh dalam proses penyelesaian komplain nasabah, seharusnya, kekhawatiran yang ada tidak perlu terjadi. Karena, memang, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Sekali lagi, prinsip kami adalah untuk membantu bank dan nasabah.
Dalam praktiknya, ketika lembaga ini sudah berjalan, ada kemungkinan, akan dikenakan fee. Akan tetapi, mengenai hal tersebut, nanti akan ditentukan kalau lembaga tersebut sudah berdiri. Jadi, kalau ada bank yang ingin menjadi anggota lembaga itu, ada tarifnya. Tapi, itu belum kami tentukan.
Ketika lembaga ini bekerja menyelesaikan masalah, nanti, terdapat ketentuan. Misalnya, dalam hitungan berapa hari komplain nasabah diajukan, pihak bank harus menanggapinya. Hal ini akan ada batasan-batasannya. Batasan yang ada maksimal sampai 60 hari. Kalau seorang nasabah mempunyai kasus besar, tentu, harus dipelajari terlebih dahulu kasusnya, lalu dilihat dari sisi hukumnya. Kalau komplain tersebut terkait dengan information technology (IT), kemacetannya terletak di mana ’kan harus dicek.
Kami memahami adanya concern dari pihak perbankan. Tapi, yang jelas, ide awal pembentukan lembaga ini adalah win-win solution. Artinya, bukan hanya nasabah yang diberi keuntungan. Bank juga akan banyak menerima manfaat.
Yang juga perlu dicatat, lembaga mediasi ini nantinya tidak berkaitan dengan persoalan pidana atau perdata. Karena, ini merupakan bentuk penyelesaian di luar pengadilan. Bila terkait dengan perdata atau pidana, pihak pengadilan yang menentukan. Lembaga ini betul-betul murni menjalankan peran mediasi. Jadi, kedua pihak yang berselisih dipertemukan dan didampingi mediator, lalu dikemukakan ketentuan atau peraturannya. Kalau kemudian ternyata masih ada pihak yang tidak puas juga, ya silakan masuk ke perdata atau pidana.

penyalahgunaan narkotika

Kasus Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau dari Ilmu Kesehatan Jiwa (Psikiatri)
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum
a. Dengan peningkatan keprihatinan dan kepedulian dari kalangan profesi ilmiah khususnya kalangan Perguruan Tinggi atau Universitas terhadap masalah Penyalahgunaan Narkotika, yang kini pada hari ini ditindaklanjuti dengan sebuah seminar yang membahas masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, maka perlulah dikemukakan semacam pengantar untuk menjadi bahan diskusi dalam membahas masalah tersebut.
b. Masalah penyalahgunaan narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya tersebut pada intinya adalah juga merupakan masalah yang menjadi perhatian khususnya dari para sarjana kedokteran dan lebih khusus lagi para sarjana Kedokteran Jiwa. (Psikiatri).
c. Untuk maksud tersebut di atas, tulisan ini diajukan untuk menjadi bahan atau salah satu materi diskusi dalam acara membahas masalah Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
2. Pengertian
a. Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yakni apabila dimasukkan ke dalam tubuh manusia dan menurut petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk diri sendiri tanpa indikasi dan tidak bertujuan medis disebut sebagai Penyalahgunaan Zat (drug abuse).
b. Tindakan atau kasus tersebut merupakan perbuatan yang merugikan diri sendiri (karena dapat menimbulkan ketergantungan zat, keracunan akut atau kematian dan merugikan orang lain (karena si penyalahguna mampu mengganggu ketertiban dan mempengaruhi orang lain agar mau seperti dirinya).
c. Pada umumnya obat atau zat yang disalahgunakan adalah zat yang termasuk golongan obat psikoaktif (psychoactive drugs), yaitu obat yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada fungsi mental (pikiran dan perasaan, kesadaran, persepsi tingkah laku) dan fungsi motorik.
d. Zat ini mempunyai potensi untuk menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun secara psikis atau kedua-duanya.
e. Selain zat mempunyai efek tertentu terhadap tubuh manusia dan salah satu efek yang terdapat pada golongan psikoaktif dan Narkotika adalah kemampuannya untuk menimbulkan ketergantungan, sehingga zat ini disebut zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (dependence producing drugs) yaitu antara lain:
1. Alkohol misalnya minuman keras.
2. Narkotika misalnya, morfin, heroin, dan Pethidine.
3. Kanabis misalnya Marjuana atau ganja.
4. Penekan susunan syaraf pusat misalnya Mandrax, Rohypnol, Magadon, Nitrazepan, Sedatin (pil BK/pil anjing).
5. Perangsang susunan syaraf pusat misalnya Amfetamin, (yang pada akhir-akhir ini, dengan dicampur dengan zat lain disebut sebagai Pil Ecstasy dan sebagainya).
f. Dari uraian di atas jelaslah bahwa tindakan penyalahgunaan zat mempunyai kaitan yang erat dengan masalah ketergantungan zat (drug dependence). Yang dimaksud dengan ketergantungan zat adalah suatu kondisi yang memaksa seseorang menggunakan zat tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan mental atau menghindari diri dari penderitaan fisik dan mental (gejala ketagihan). Pada keadaan ini seseorang tidak dapat menghentikan pemakaian zat tersebut dan ia dapat mengalami ketergantungan pada satu macam zat saja atau lebih.
g. Penyembuhan atau pengobatan ketergantungan zat merupakan suatu hal yang sulit, oleh karena itu maka tindakan pencegahan merupakan upaya yang sangat penting.
h. Penyalahgunaan zat (NAPZA) di Indonesia merupakan masalah yang mulai timbul sejak + 26 tahun yang lalu. Masalah ini makin besar dan meluas sehingga pada akhirnya dinyatakan sebagai masalah nasional yang dalam penanggulangannya perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada tahun 1971 terbentuk Badan yang disebut BAKOLAK INPRES 6/1971.
i. Berdasarkan penelitan dan pengamatan berbagai pihak didapatkan kesan bahwa mereka yang menyalahgunakan zat kebanyakan tergolong dalam usia muda.
j. Mereka merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Masa remaja merupakan suatu masa yang peka terhadap segala macam bentuk gangguan. Para remaja membutuhkan bentuan dan perhatian orang tua dan guru atau pembimbingnya dalam melewati masa ini dengan tenang dan wajar. Bantuan dan perhatian ini dapat diberikan kalau kita mamahami porblems mereka dan mengetahui berbagai faktor yang mungkin dapat menimbulkan porblem, khususnya yang menyangkut masalah penyalahgunaan zat; yakni antara lain ilmu kesehatan jiwa.
3. Keadaan Khas Masa Remaja
a. Sebagai peralihan dari masa anak menuju ke masa dewasa, masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kesulitan dan gejola, baik bagi remaja sendiri maupun bagi orang tuanya. Seringkali karena ketidaktahuan dari orang tua mengenai keadaan masa remaja tersebut ternyata mampu menimbulkan bentrokan dan kesalahpahaman antara remaja dengan orang tua yakni dalam keluarga atau ramaja dengan lingkungannya.
b. Hal tersebut di atas tentunya tidak membantu si remaja untuk melewati masa ini dengan wajar, sehingga berakibat terjadinya berbagai macam gangguan tingkah laku seperti penyalahgunaan zat, atau kenakalan remaja atau gangguan mental lainnya. Orang tua seringkali dibuat bingung atau tidak berdaya dalam menghadapi perkembangan anak remajanya dan ini menambah parahnya gangguan yang diderita oleh anak remajanya.
c. Untuk menghindari hal tersebut dan mampu menentukan sikap yang wajar dalam menghadapi anak remaja, kita sekalian diharapkan memahami perkembangan remajanya beserta ciri-ciri khas yang terdapat pada masa perkembangan tersebut. Dengan ini diharapkan bahwa kita (yang telah dewasa) agar memahami atas perubahan-perubahan yang terjadi pada diri anak dan remaja pada saat ia mamasuki masa remajanya.
d. Begitu pula dengan memahami dan membina anak/remaja agar menjadi individu yang sehat dalam segi kejiwaan serta mencegah bentuk kenakalan remaja perlu memahami proses tumbuh kembangnya dari anak sampai dewasa.
4. Beberapa Ciri Khas Masa Remaja adalah:
a. Perubahan peranan
Perubahan dari masa anak ke masa remaja membawa perubahan pada diri seorang individu. Kalau pada masa anak ia berperanan sebagai seorang individu yang bertingkah laku dan beraksi yang cenderung selalu bergantung dan dilingungi, maka pada masa remaja ia diharapkan untuk mampu berdiri sendiri dan ia pun berkeinginan mandiri.
Akan tetapi sebenarnya ia masih membutuhkan perlindungan dan tempat bergantung dari orang tuanya. Pertentangan antara keinginan untuk bersikap sebagai individu yang mampu berdiri sendiri dengan keinginan untuk tetap bergantung dan dilindungi, akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Akibat konflik ini, dalam diri remaja timbul kegelisahan dan kecemasan yang akan mewarnai sikap dan tingkah lakunya. Ia menjadi mudah sekali tersinggung, marah, kecewa dan putus asa.
b. Daya fantasi yang berlebihan
Keterbatasan kemampuan yang ada pada diri remaja menyebabkan ia tidak selalu mampu untuk memenuhi berbagai macam dorongan kebutuhan dirinya.
c. Ikatan kelompok yang kuat
Ketidakmampuan remaja dalam menyalurkan segala keinginan dirinya menyebabkan timbulnya dorongan yang kuat untuk berkelompok. Dalam kelompok, segala kekuatan dirinya seolah-olah dihimpun sehingga menjadi sesuatu kekuatan yang besar. Remaja akan merasa lebih aman dan terlindungi apabila ia berada di tengah-tengah kelompoknya. Oleh karena itu ia berusaha keras untuk dapat diakui oleh kelompoknya dengan cara menyamakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada dalam kelompoknya. Rasa setia kawan terjalin dengan erat dan kadang-kadang menjurus ke arah tindak yang membabi buta.
d. Krisis identitas
Tujuan akhir dari suatu perkembangan remaja adalah terbentuknya identitas diri. Dengan terbentuknya identitas diri, seorang individu sudah dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan: siapakah, apakah saya mampu dan dimanakah tempat saya berperan.
Ia telah dapat memahami dirinya sendiri, kemampuan dan kelamahan dirinya serta peranan dirinya dalam lingkungannya. Sebelum identitas diri terbentuk, pada umumnya akan terjadi suatu krisis identitas. Setiap remaja harus mampu melewati krisisnya dan menemukan jatidirinya.
5. Berbagai Motivasi Dalam Penyalahgunaan Obat
a. Motivasi dalam penyalahgunaan zat dan narkotika ternyata menyangkut motivasi yang berhubungan dengan keadaan individu (motivasi individual) yang mengenai aspek fisik, emosional, mental-intelektual dan interpersonal.
b. Di samping adanya motivasi individu yang menimbulkan suatu tindakan penyalahgunaan zat, masih ada faktor lain yang mempunyai hubungan erat dengan kondisi penyalahgunaan zat yaitu faktor sosiokultural seperti di bawah ini; dan ini merupakan suasana hati menekan yang mendalam dalam diri remaja; antara lain:
1. Perpecahan unit keluarga misalnya perceraian, keluarga yang berpindah-pindah, orang tua yang tidak ada/jarang di rumah dan sebagainya.
2. Pengaruh media massa misalnya iklan mengenai obat-obatan dan zat.
3. Perubahan teknologi yang cepat.
4. Kaburnya nilai-nilai dan sistem agama serta mencairnya standar moral; (hal ini berarti perlu pembinaan Budi Pekerti – Akhlaq)
5. Meningkatnya waktu menganggur.
6. Ketidakseimbangan keadaan ekonomi misalnya kemiskinan, perbedaan ekonomi etno-rasial, kemewahan yang membosankan dan sebagainya.
7. Menjadi manusia untuk orang lain.
Adanya faktor-faktor sosial kultural seperti yang dikemukakan di atas akan mempengaruhi kehidupan manusia dan dapat menimbulkan motivasi tertentu untuk mamakai zat. Pengaruh ini akan terasa lebih jelas pada golongan usia remaja, karena ditinjau dari sudut perkembangan, remaja merupakan individu yang sangat peka terhadap berbagai pengaruh, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya atau lingkungan.


BAB II
UPAYA PENCEGAHAN
UPAYA PENCEGAHAN MASALAH PENYALAHGUNAAN ZAT
Karakteristik psikogis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan zat.
Namun demikian, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting yaitu faktor lingkungan si pemakai zat. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk menyalahgunakan zat. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja.
Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja. Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di luar selain rumah dan sekolah).
Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3 (tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si remaja untuk mandiri dan menemukan jatidirinya.
Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja, bidang yang menjadi pusat perhatian adalah:
1. Sikap dan tingkah laku.
2. Emosional
3. Mental – intelektual
4. Sosial
5. Pembentukan identitas diri.
Tindakan apa yang harus dan dapat dilakukan, secara garis besar akan diuraikan di bawah ini:
1. Sikap dan tingkah laku
Tujuan dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah merubah sikap dan tingkah lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan menjadi cara yang lebih dewasa. Sikap kekanak-kanakan seperti mementingkan diri sendiri (egosentrik), selalu menggantungkan diri pada orang lain, menginginkan pemuasan segera, dan tidak mampu mengontrol perbuatannya, harus diubah menjadi mampu memperhatikan orang lain, berdiri sendiri, menyesuaikan keinginan dengan kenyataan yang ada dan mengontrol perbuatannya sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Untuk itu dibutuhkan perhatian dan bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan celaan.
2. Emosional
Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua; ia harus dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi berusaha membimbingnya secara bertahap. Udahakan jangan menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).
3. Mental – intelektual
Dalam perkembangannya mental – intelektual diharapkan remaja dapat menerima emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan antara cita-cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya.
Pada mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan dengan meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran yang abstrak ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan. Untuk mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja dengan berbagai macam harapan dan angan-angan yang kemungkinan sulit untuk dicapai.
4. Sosial
Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya.
Hal ini menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan sikap serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua dan cita-citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus mampu menumbuhkan suatu Budi Pekerti/Akhlaq yang luhur dan mulia; suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong orang lain dan menjadi teladan yang baik.
5. Pembentukan identitas diri
Akhir daripada suatu perkembangan remaja adalah pembentukan identitas diri. Pada saat ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya. Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam kehidupannya. Orang tua memegang peranan penting dalam preoses identifikasi ini, karena mereka dapat membantu remajanya dengan menjelaskan secara lebih mendalam mengenai peranan agama dlam kehidupan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti yang baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat menjadi tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan bagi remaja. Tokoh yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua sendiri atau tokoh lain dalam masyarakat, baik yang masih ada maupun yang hanya berasal dari sejarah atau cerita.
Sebagai ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru dalam upaya pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
2. Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material, emosional, intelektual, dan sosial.
3. Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja.
4. Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis, intim, dan penuh kehangatan bagi remaja.
5. Memberikan penghargaan yang layak terhadap pendapat dan prestasi yang baik.
6. Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang baik bagi remaja.
7. Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia tidak mampu atau orang tua tidak melaksanakannya (panutan dan keteladanan).
Apa yang dikemukakan di atas hanyalah merupakan petikan secara umum dan dalam penerapannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada pada diri remaja maupun orang tua dan guru. Dengan begitu maka setiap orang tua dan guru harus mampu untuk menafsirkan apa yang dimaksud dan menerapkannya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Yang paling penting adalah pengenalan diri sendiri dari pihak orang tua sebelum mereka mengharapkan remajanya mengenal dirinya. Dengan kata lain, apa yang diharapkan dari remaja harus dapat dilaksanakan terlebih dahulu oleh orang tua dan guru.























JENIS-JENIS NARKOTIKA


OPIOID (OPIAD)


Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).
EFEK SAMPING YANG DITIMBULKAN :

Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.

GEJALA INTOKSITASI (KERACUNAN) OPIOID :

Konstraksi pupil ( atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat ) dan satu ( atau lebih ) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel ,gangguan atensi atau daya ingat.

Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan ) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.

GEJALA PUTUS OBAT :

Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik.

Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.

GEJALA PUTUS OBAT DARI KETERGANTUNGAN OPIOID ADALAH :

kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.

Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung.

Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah.


Turunan OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan adalah :

1. Candu

Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.

2. Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

3. Heroin ( putaw )

Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.

4. Morfin

Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.

5. Demerol

Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.


Methadon

Saat ini Methadone banyak digunakanorang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid. Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.

HARTA BERSAMA ANTARA SUAMI ISTRI DALAM PROSES PERKAWINAN

BAB I
HARTA BERSAMA ANTARA SUAMI ISTRI DALAM PROSES PERKAWINAN
A.PENDAHULUAN
Sudah kodrat manusia antara satu sama lain saling membutuhkan, karena manusia adalah mahluk sosial ( Zoonpoliticoon ), karena sejak lahir setiap manusia telah dilengkapi naluri untuk hidup bersama dengan orang lain, hal ini mengakibatkan setiap manusia mempunyai keinginan yang kuat untuk hidup teratur. demikian juga antara laki-laku dan perempuan, karena setiap laki-laki dan perempuan saling membutuhkan, dan diantara kekuasaan-Nya ialah DIA ciptakan untuk kamu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara suami dan istri itu kasih sayang ( Qur’an surat 30 ayat 21 ).
Dalam suatu perkawinan harta merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan hidup keluarga, oleh sebab itu suami dan istri sangat berperan dalam mencari penghasilan, tetapi dalam hal ini laki – laki lah yang sangat berperan aktif dalam mencari penghasilan dan perempuan tidak diwajibkan dalam mencari penghasilan ( maqruh ).














BAB II
B.PERMASALAHAN

Dalam suatu perkawinan, harta sangatlah dibutuhkan dalam kelangsungan hidup keluarga, dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pembagian harta bersama dalam suatu perkawinan apabila terjadi kematian terhadap suami ataupun istri? dan bagaimana pembagian harta apabila terjadi perceraian?

C. PENJELASAN

Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi pada manusia tidak terkecuali kematian terhadap istri atau suami dalam keluarga. apabila terjadi kematian terhadap salah seorang suami ataupun istri maka secara otomatis hubungan perkawinan itu terputus tetapi bagaimana kematian tersebut terjadi di dalam suatu keluarga, ada 2 (dua) kemungkinan terjadinya kematian, antara lain :
1. apabila terjadi kematian terhadap suami, dalam hal pembagian hartanya, bagaimana pembagian harta yang ditinggalkan terhadap istri dan anak?
Karena adanya kematian terhadap suami maka dalam maka secara otomatis perkawinan itu akan terputus, akan tetapi hubungan antara istri dengan keluarga yang ditinggalkan oleh suami masih ada. Mengenai pembagian harta keluarga yang ditinggalkan terhadap keluarga yang ditinggalkan hal ini diatur dalam hukum islam (apabila beragama islam) atau kebijakan keluarga yang ditinggalkan yang mempunyai wewenang untuk mengaturnya apabila ada wasiat dari almarhum maka wasiat tersebut yang diutamakan untuk menentukan pembagian harta dengan persetujuan notaris atau orang yang ahli dibidang pengaturan harta warisan.
dalam hal pembagian harta suami yang meninggal dunia, sesuai dengan hukum islam pihak istri mendapatkkan 1/8 ( apabila memiliki anak ) dan ¼ ( apabila tidak memiliki anak ) dari harta yang ditinggalkan dan anak mempunyai hak atas harta tersebut sebesar satu bagi jumlah anak yang ditinggalkan untuk anak perempuan dan dua bagi jumlah anak yang ditinggalkan untuk anak laki – laki.
contoh: A (laki-laki) menikahi B (perempuan) dan dari hasil perkawinan tersebut terdapat 5 orang anak ( 3 laki-laki dan 2 perempuan) harta yang diwariskan adalah :
Rumah senilai 400.000.000,-
uang deposito sejumlah 400.000.000,-
dan sebidang tanah sejumlah 200.000.000,-
jumlah harta yang ditinggalkan oleh almarhum senilai 1.000.000.000,- jadi jumlah harta yang dimiliki oleh istri adalah 1/8 x 1.000.000.000,- adalah sejumlah 125.000.000,- sedangkan harta yang diterima oleh anak adalah 3 laki-laki dan 2 perempuan, anak laki-laki mendapat 2 kali harta perempuan, jadi laki-laki mendapat 3 x 2 = 6 ditambahkan dengan jumlah anak perempuan menjadi 8, jadi sistem pembagiannya adalah 2/8 x
2. apabila terjadi kematian terhadap istri bagaimana proses pembagian harta yang ditinggalkan terhadap suami dan anak.
apabila hal ini terjadi pada istri maka suami tidak berhak mendapatkan harta peninggalan istri, harta tersebut hanya ditangguhkan kepada keluarga yang ditinggalkan atau harta tersebut dapat diserahkan kepada anak yang ditinggalkan, kecuali istri meninggalkan wasiat untuk membagi harta kepada suami.
dalam hal pembagian harta apabila terjadi perceraian, menurut aturan yang terdapat dalam UU Perkawinan no.1 tahun 1974 bahwa suami dan istri mempunyai hak yang sama untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya akan tetapi istri mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaannya untuk melakukan perbuataqn hukum mengenai harta bendanya tanpa adanya campur tangan suami, dalam hal pembagian harta bawaan terhadap perceraian dalam keluarga hal ini dapat melalui keputusan pengadilan.








BAB III
D.KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan : bahwa harta merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya, tidak terkecuali pada proses perkawinan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, tetapi terhadap harta bawaan masing masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya karena harta bawaan tersebut diperoleh masing masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Saran : meskipun harta merupakan suatu hal yang sangat penting, tetapi dalam suatu perkawinan keluargalah yang dipentingkan, mengenai harta bersama telah diatur dalam UU yang berlaku, hal ini terjadi agar tidak ada penyelewengan yang dilakukan oleh pihak tertentu, atau dalam menentukan pembagian harta bawaan dapat diberikan kepada orang yang ahli dibidang ini.

PROSES HUKUM PERKAWINAN SIRI YANG TERJADI DI MASYARAKAT

BAB I
PROSES HUKUM PERKAWINAN SIRI YANG TERJADI DI MASYARAKAT
A.PENDAHULUAN

Sudah kodrat manusia antar satu sama lain selalu saling membutuhkan, karena manusia merupakan mahluk sosial (Zoon Politi coon), kata aristoteles. Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain yang mengakibatkan hasrat yang kuat untuk hidup secara teratur (Soejono Soekanto, 1982:9). Demikian pula untuk wanita dan pria yang selalu saling membutuhkan dan diantara kekuasaan-Nya suami dan istri itu mempunyai hubungan yang terikat dalam suatu perjanjian yang suci, yaitu Mitsaaghan ghaliizhan, perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang suci dan kokoh, dan membentuk suatu keluarga yang bahagia kekal dan abadi (Qur’an surat IV : 21).
Suami istri dalam mambentuk suatu keluarga, merupakan suatu dasar pembentukan kelompok dalam masyarakat, yang akhirnya membentuk suatu bangsa dan negara.
Oleh sebab itu dalam suatu perkawinan, seyogianyalah hubungan suami istri itu harus langgeng, penuh kebahagiaan lahir batin, kebahagiaan rohani dan jasmani baik moral, materiil, maupun spiritual yang dilandasi dengan Makruf, Sakinah, Mawaddah dan Rahmah.
Makruf artinya adalah pergaulan suami istri itu harus saling menghormati, saling menjaga rahasia masing - masing, karena setiap anggota keluarga harus saling menjaga keharmonisan yang baik, baik antara suami istri, maupun hubungan dengan anak. dan sang suami yang merupakan sebagai top figur harus memimpin keluarga baik di dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan di masyarakat.
Sakinah adalah penjabaran lebih lanjut dari makruf, yaitu suasana kehidupan dalam rumah tangga itu terdapat keadaan yang aman dan tentram dan tidak terjadi perselisihan paham yang prinsipil. karena Mawaddah dan Rahmah.


Tujuan Perkawinan
Untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal, bahagia berdasarkan kepada ketuhanan ynag maha esa (menurut UU No.1 tahun 1974). Menurut hukum adat ada 2 tujuan perkawinan, yaitu untuk mempertahankan keturunan dari ayah (patrilinial). dan untuk mempertahankan keturunan dari ibu (matrilinial).
Menurut agama islam tujuan perkawinan adalah menjalin suatu ikatan, menghindari zina sehingga menjadi wajib, menjadi sunah apabila telah mampu dan haram baginya jika tidak menafkahi istrinya.

Syarat-syarat perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974:
• Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai.
• Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua.
• Dalam hal salah satu dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mempu menyatakan kehendaknya.
• Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau wali yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dalam menyatakan kehendaknya.
• Sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu tidak menentukan lain.
• Perkawinan harus dilaksanakan di hadapan catatan sipil (untuk agama non Islam) dan pernikahan harus dilaksanakan di hadapan KUA (untuk agama Islam).
• Tidak boleh menikah dengan saudara sesusuan.





BAB II
B. PERMASALAHAN

Apakah perkawinan siri dapat dikatakan sah dalam Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974? dan bagaimana proses perceraian kawin siri tersebut? serta bagaimana status anak dalam perkawinan tersebut?

C. PEMBAHASAN

Perkawinan siri adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan tanpa adanya pencatatan oleh KUA atau catatan sipil dan tanpa adanya ijab kabul, walaupun pernikahan ini dilakukan dengan dihadiri oleh saksi, adanya pengesahan dari orang tua atau wali dari masing-masing mempelai, tidak adanya ijab kabul dan catatan dari KUA yang menyebabkan perkawinan ini tidak sah. pernikahan ini sama saja dengan perkawinan dibawah tangan, maksudnya pernikahan ini hanya dilakukan oleh kedua mempelai saja, karena tidak ada saksi, catatan sipil ataupun wali nikah. menurut hukum islam perkawinan siri dilakukan karena untuk menghindari zina, akan tetapi perkawinan siri ini bersifat sementara dan tidak mengikat secara utuh.
Dalam Undang Undang No.1 tahun 1974 tidak ada aturan yang mengatur masalah perkawinan siri, tidak adanya aturan yang mengatur tentang perkawinan siri di UU No.1 tahun 1974 bukan berarti tidak ada aturan lain yang mengaturnya. Misalnya dalam aturan-aturan kebiasaan, hukum islam dan hukum adat yang terjadi dimasyarakat pernah terjadi perkawinan ini. telah banyak contoh dimasyarakat yang melakukan perkawinan siri ini, sebagai contoh petugas keamanan di Internasional Plaza dengan pegawai counter Hp di internasional Plaza tersebut.
proses perceraian dalam perkawinan siri ini sama dengan proses perkawinannya, yaitu dengan cara mengucapkan kata talak kepada sang istri atau suami maka jatuhlah talak kepada suami atau istri. Dalam proses perceraian tidak perlu mengajukan surat perceraian kepada catatan sipil, dengan mengucapkan kata talak itu sudah cukup dan telah mencapai tahap perceraian.
Dalam halnya suatu perkawinan, yang menjadi permasalahan adalah status anak. Karena adak adalah penyambung keturunan, anak adalah buah dari suatu perkawinan oleh sebab itu status anak sangat dipertanyakan dalam proses sahnya suatu perkawinan. Dalam hal perkawinan siri, status anak sangat dibutuhkan karena anak yang sebagai mahluk ciptaan tuhan yang tidak berdosa dan karena anak mampunyai hak yang sama layaknya anak-anak lain untuk memiliki status keturunan, memiliki penghidupan yang layak baik di bidang pendidikan, sandang, pangan dan papan. Dalam perkawinan siri ini status anak masih dianggap sah karena anak merupakan mahluk ciptaan tuhan yang tidak berdosa, dan mengenai hak asuhnya diserahkan kepada pihak keluarga yang hendak mengasuh atau diserahkan kepada pemuka agama untuk menentukan hak asuh dari anak tersebut.




















BAB III
C.KESIMPULAN DAN SARAN

kesimpulan: bahwa perkawinan siri merupakan suatu ikatan lahir dan batin yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawahdah dan warohmah. Tetapi perkawinan ini tidak terdapat dalam UU No.1 tahun 1974 karena perkawinan ini tidak tercatat dalam catatan sipil, hal ini yang menyebabkan perkawinan ini tidak sah menurut UU perkawinan di Indonesia. perkawinan ini hanyalah sah dimata hukum islam saja karena hukum islam tidak melakukan pencatatan asalkan mereka telah siap, mereka wajib untuk melaksanakan pernikahan karena dalam suatu perkawinan itu yang sangat berperan adalah sah atau tidaknya perkawinan tersebut, hal ini disebabkan karena agar tidak terjadi penyimpangan hukum ataupun penyimpangan terhadap asas-asas suatu perkawinan. hal ini sangat berperan dalam menentukan kedudukan anak, penentuan waris, status istri. kenapa status istri sangat dibutuhkan, karena dalam suatu perkawinan biasanya istri merupakan pihak yang dirugikan. oleh sebab itu dalam UU tidak diatur perkawinan siri.
Saran : dalam suatu perkawinan, sahnya suatu perkawinan sangatlah dibutuhkan, oleh sebab itu dalam melakukan suatu perkawinan alangkah baiknya jika perkawinan tersebut sesuai dengan aturan – aturan dan asas – asas perkawinan baik aturan hukum perkawinan yang terdapat dalam UU no.1 tahun 1974 maupun aturan – aturan yang terdapat dalam agama kepercayaan yang dianut, karena jika terjadi pelanggaran akan adanya tindakan hukum yang menjadi landasan perkawinan tersebut.